Selasa, 22 Mei 2012

macam pendekatan pembelajaran


MACAM – MACAM PENDEKATAN PEMBELAJARAN

                Ada beberapa macam pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kegiatan belajar mengajar, antara lain :
Pendekatan Kontekstual
Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa(http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
Borko dan Putnam mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual,guru memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa dengan cara mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan di mana anak hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam masyarakatnya (http.//www.contextual.org.id). Pemahaman, penyajian ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari (Dirjen Dikdasmen, 2001: 8). Dengan memilih konteks secara tepat, maka siswa dapat diarahkan kepada pemikiranagar tidak hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di lingkungan kelas saja, tetapi diajak untuk mengaitkan aspek-aspek yang benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari, masa depan mereka, dan lingkungan masyarakat luas.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.Guru bertugas mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan sesuatu yang baru bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari hasil “menemukan sendiri” dan bukan dari “apa kata guru.
Penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya untuk mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga untuk mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan masalah yang terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi dengan sesama teman, misalnya melalui pembelajaran kooperatif, sehingga juga mengembangkan ketrampilan sosial (social skills) (Dirjen Dikmenum, 2002:6). Lebih lanjut Schaible,Klopher, dan Raghven, dalam Joyce-Well (2000:172) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual melibatkan siswa dalam masalah yang sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik pada bidang penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual atau metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk merancang cara dalam mengatasi masalah.
Pendekatan Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba(Suwarna,2005). Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey (1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan Nik Aziz (1999)  kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar.
Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada struktur kognitif seorang akan berkembang dan berubah apabila ia mendapat pengetahuan atau pengalaman baru. Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sedia ada padanya dan proses ini dikenali sebagai accretion. Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman baru yang dialaminya dan ini dikenali sebagai penalaan atau tuning. Seseorang juga boleh membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan analogi, iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne, Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina dengan menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali sebagai parcing.
Pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam proses pembelajaran kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri dengan menghubungkaitkan perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang sedia ada pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang sesuatu perkara. Kajian Sharan dan Sachar (1992, disebut dalam Sushkin, 1999) membuktikan kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan tradisional. Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie dan Van Boxtel (2003), Curtis (1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan bahawa pendekatan konstruktivisme dapat membantu pelajar untuk mendapatkan pemahaman dan pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan.
Pendekatan Deduktif – Induktif
Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya dan konsep dasarnya(Suwarna,2005).
Pendekatan Induktif
Ciri uatama pendekatan induktif dalam pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk memperoleh pengertian. Data yang digunakan mungkin merupakan data primer atau dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi dilingkungan.
Prince dan Felder (2006) menyatakan pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif, memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya adalah: ”All new learning involves transfer of information based on previous learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi berbasis pembelajaran sebelumnya.
Major (2006) menyatakan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai dengan menyajikan generalisasi atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan pembelajaran: (1) definisi disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan beberapa tugas mirip contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa tentang definisi yang disampaikan.
Alternatif pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.
Major (2006) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau geralisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.
Dalam fase pendekatan induktif-deduktif ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah. Kemp (1994: 90) menyatakan ada dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas materi pembelajaran yaitu metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya matematika bersifat deduktif. Matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus” Soedjadi (2000: 16). Dalam kegiatan memecahkan masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan dengan menggunakan pola pikir induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan secara bergantian.
Pendekatan Konsep dan Proses
Pendekatan Konsep
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk memahami konsep. (http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
Pendekatan Proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar. (http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
Dalam pendekatan proses, ada dua hal mendasar yang harus selalu dipegang pada setiap proses yang berlangsung dalam pendidikan. Pertama, prosesmengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagipeserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagianintegral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalamanyang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.Dengan demikian, pendidikan mengejawantahdalam diri peserta didik dalamsetiap proses pendidikan yang dialaminya (http://groups.yahoo.com/group/sd-islam/message/1907).Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat
National Science Teachers Association (NSTA) (1990 :1)memandang STM sebagai the teaching and learning of science in thecontext of human experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan
kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN STATE(2006:1) bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach whichreflects the widespread realization that in order to meet the increasingdemands of a technical society, education must integrate acrossdisciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STMharuslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagaidisiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan tersebut senada dengan pendapat NC State University (2006: 1), bahwa STM merupakan an interdisciplinery field of study that seeks to explore a understand the many ways that scinence and technology shape culture, values, and institution, and how such factors shape science and technology. STM dengandemikian adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi.
Hasil penelitian dari National Science Teacher Association ( NSTA ) ( dalam Poedjiadi, 2000 ) menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari – hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah – langkah (ilmiahhttp://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
(http.//www.contextual.org.id)
1.Pendekatan Konsep dan Proses
1.Pendekatan konsepTerlebih dahulu harus kita ingat bahwa istilah concept (konsep) mempunyai beberapa arti. Namun dalam hal ini kita khususkan pada pembahasan yang berkaitan dengan kegiatan belajar-mengajar. Suatu saat seseorang dapat belajar mengenal kesimpulan benda-benda dengan jalan membedakannya satu sama lain. Jalan lain yang dapat ditempuh adalah memasukkan suatu benda ke dalam suatu kelompok tertentu dan mengemukakan beberapa contoh dan kelompok itu yang dinyatakan sebagai jenis kelompok tersebut. Jalan yang kedua inilah yang memungkinkan seseorang mengenal suatu benda atau peristiwa sebagai suatu anggota kelompok tertentu, akibat dan suatu hasil belajar yana dinamakan konsep.Kita harus memperhatikan pengertian yang paling mendasar dari istilah konsep, yang ditunjukkan melalui tingkah laku individu dalam mengemukakan sifat-sifat suatu obyek seperti: bundar, merah, halus, rangkap, atau obyek-obyek yang kita kenal seperti rambut, kucing, pohon dan rumah. Semuanya itu menunjukkan pada suatu konsep yang nyata (concrete concept). Gagne mengatakan bahwa selain konsep konkret yang bisa kita pelajari melalui pengamatan, mungkin juga ditunjukkan melalui definisi atau batasan, karena merupakan sesuatu yang abstrak. Misalnya: iklim, massa, bahasa atau konsep matematis. Bila seseorang telah mengenal suatu konsep, maka konsep yang telah diperoleh tersebut dapat digunakan untuk mengorganisasikan gejala-gejala yang ada di dalam kehidupan. Proses menghubung-hubungkan dan mengorganisasikan konsep yang satu dengan yang lain dilakukan melalui kemampuan kognitif.
1.Pendekatan proses Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAMMELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL (Alternatif Model Pengembangan Pembelajaran PAI di Sekolah) 
Posted by deni saepul hayat under Pendidikan Leave a Comment 
A. Pendahuluan
 Rumusan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabatdalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi pesertadidik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yangdemokratis serta bertanggung jawab.Salah salah satu ciri manusia berkualitas dalam rumusan UU No. 20 Tahun 2003 di atas adalahmereka yang tangguh iman dan takwanya serta memiliki akhlak mulia. Dengan demikian salahsatu ciri kompetensi keluaran pendidikan nasional adalah ketangguhan dalam iman dan takwaserta memiliki akhlak mulia.Menurut Tafsir (2002), bagi umat Islam, dan khususnya dalam pendidikan Islam, kompetensiiman dan takwa serta memiliki akhlak mulia tersebut sudah lama disadari kepentingannya, dansudah diimplementasikan dalam lembaga pendidikan Islam. Dalam pandangan Islam,kompetensi iman dan takwa (imtak) serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), juga akhlak mulia diperlukan oleh manusia dalam melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi.Jadi, dalam pandangan Islam, peran kekhalifahan manusia dapat direalisasikan melalui tiga hal,yaitu:1) landasan yang kuat berupa iman dan takwa2) Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi3) akhlak muliaDengan demikian, menurut Wahid (2007), dalam Islam tidak dikenal dikotomi antara imtak daniptek, namun justru sebaliknya perlu keterpaduan antara keduanya, karena Alquran dan Assunahsesungguhnya tidak membedakan antara ilmu agama Islam dengan ilmu-ilmu umum. Yang adadalam Alquran adalah ilmu. Pembagian adanya ilmu agama Islam dan ilmu umum merupakanhasil kesimpulan manusia yang mengidentifikasi ilmu berdasarkan sumber objek kajiannya.Ilmu-ilmu tersebut pada hakikatnya berasal dari Allah SWT, karena sumber ilmu tersebut berupawahyu, alam jagat raya, manusia dengan perilakunya, alam pikiran, dan intusi batin seluruhnyaciptaan Allah yang diberikan kepada manusia. Dengan demikian para ilmuwan dalam berbagai bidang keahlian tersebut sebenarnya bukanlah pencipta ilmu, tapi penemu ilmu, penciptanyaadalah Tuhan. Atas dasar paradigma tersebut, seluruh ilmu hanya dapat dibedakan dalam namadan istilahnya, sedangkan hakikat dan substansi ilmu tersebut sebenarnya satu dan berasal dari 
Tuhan. Atas dasar pandangan ini, maka tidak ada dikotomi yang mengistimewakan antara satuilmu dengan ilmu yang lainnya.Dikotomi antara ilmu agama Islam dengan ilmu umum pun terjadi dalam dunia pendidikan.Pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dianggap sebagai representasi ilmu agama Islam,sedangkan pelajaran-pelajaran lainnya dianggap sebagai ilmu-ilmu umum. Akibat dari itu semuaadalah adanya beban yang sangat berat bagi guru yang mengajar pelajaran pendidikan agamaIslam, yaitu seolah-olah sebagai penanggung jawab ketika terjadi hal-hal yang tidak sesuaidengan doktrin agama.Berkaitan dengan pengembangan imtak dan akhlak mulia maka yang perlu dikaji lebih lanjutialah peran pendidikan agama, sebagaimana dirumuskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakatyang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmuagama. Pendidikan keagamaan merupakan salah satu bahan kajian dalam semua kurikulum padasemua jenjang pendidikan, mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi. Pendidikan Agamamerupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti oleh peserta didik bersama denganPendidikan Kewarganegaraan dan yang lainnya.Tantangan yang dihadapi dalam Pendidikan Agama, khususnya Pendidikan Agama Islamsebagai sebuah mata pelajaran adalah bagaimana mengimplementasikan pendidikan agama Islam bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama akan tetapi bagaimana mengarahkan peserta didik agar memiliki kualitas iman, taqwa dan akhlak mulia. Dengan demikian materi pendidikan agama bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama akan tetapi bagaimanamembentuk kepribadian siswa agar memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat dankehidupannya senantiasa dihiasi dengan akhlak yang mulia dimanapun mereka berada, dandalam posisi apapun mereka bekerja.Maka saat ini yang mendesak adalah bagaimana usaha-usaha yang harus dilakukan oleh paraguru Pendidikan Agama Islam untuk mengembangkan metode-metode pembelajaran yang dapatmemperluas pemahaman peserta didik mengenai ajaran-ajaran agamanya, mendorong merekauntuk mengamalkannya dan sekaligus dapat membentuk akhlak dan kepribadiannya.Salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran Pendidikan AgamaIslam adalah dengan Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching Learning (CTL).Sehubungan dengan hal tersebut maka makalah ini akan membahas pendekatan kontekstualdalam pembelajaran pendidikan agama Islam sebagai salah satu alternatif model dalam pengembangan pembelajaran PAI di sekolah.
B. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran PAI
 Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, penguasaan guru akan materi dan pemahamanmereka dalam memilih metode yang tepat untuk materi tersebut akan sangat menentukankeberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Salah satu metode yang saat ini dianggap tepatdalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah melalui pendekatan kontekstual.
 
Salah satu unsur terpenting dalam penerapan pendekatan kontekstual adalah pemahaman guruuntuk menerapkan strategi pembelajaran kontekstual di dalam kelas. Akan tetapi, fenomena yangada menunjukkan sedikitnya pemahaman guru-guru PAI mengenai strategi ini. Oleh karena itudiperlukan suatu model pengajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual yang mudahdipahami dan diterapkan oleh para guru Pendidikan Agama Islam di dalam kelas secarasederhana.Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yangmenyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apayang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya.Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan,mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secaraindividu maupun kelompok (Badruzaman, 2006).Jawahir (2005) mengemukakan bahwa guru PAI dapat menggunakan strategi pembelajarankontekstual dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut, yaitu: a) memberikan kegiatanyang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa; b) lebih mengaktifkansiswa dan guru; c) mendorong berkembangnya kemampuan baru; d) menimbulkan jalinankegiatan belajar di sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat.Melalui pembelajaran ini, siswa menjadi lebih responsif dalam menggunakan pengetahuan danketrampilan di kehidupan nyata sehingga memiliki motivasi tinggi untuk belajar.Beberapa hal yang harus diperhatikan para guru Pendidikan Agama Islam dalammengimplementasikan pendekatan kontestual, menurut Humaidi (2006) adalah sebagai berikut:
1
. Pembelajaran Berbasis Masalah
 Langkah pertama yang harus dilakukan guru adalah mengobservasi suatu fenomena, misalnya :a) menyuruh siswa untuk menonton VCD tentang kejadian manusia, rahasia Ilahi, Takdir Ilahi,tentang Alam Akhirat, azab Ilahi , dan sebagainya; b) menyuruh siswa untuk melaksanakanshaum pada hari senin dan kamis, membayar zakat ke BAZ, mengikuti sholat berjamaah dimasjid, mengikuti ibadah qurban, menyantuni fakir miskinLangkah kedua yang dilakukan oleh guru adalah memerintahkan siswa untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul, misalnya: a) setelah menonton VCD ataumendengarkan kisah-kisah Al Qur`an, siswa diharuskan membuat catatan tentang pengalamanyang mereka alami, melalui diskusi dengan teman-temannya; b) setelah mengamati danmelakukan aktivitas keagamaan siswa diwajibkan untuk mencatat permasalahan-permasalahanyang muncul serta mereka dapat mengungkapkan perasaannya kemudian mendiskusikan denganteman sekelasnya.Langkah ketiga tugas guru Pendidikan Agama Islam adalah merangsang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan permasalahan yang ada.Langkah keempat guru diharapkan mampu untuk memotivasi siswa agar mereka berani bertanya,membuktikan asumsi dan mendengarkan pendapat yang berbeda dengan mereka



Tidak ada komentar:

Posting Komentar